Senin, Agustus 23, 2021

Setitik Harap dan Doa


Semua orang yang hadir di rapat guru dengan kepala sekolah secara virtual, kembali menghela napas berat.

"Tapi PBM daring nggak efektif, Ustad," ucap salah seorang guru wali kelas kecil. "Anak-anak masih ada beberapa yang belum lancar membacanya."

Seseorang yang dipanggil Ustad merupakan orang no satu dalam lembaga pendidikan tersebut.

"Para orang tua juga mulai resah, Ustad. Apalagi yang memiliki anak lebih dari dua. Fasilitas mereka terbatas." Seorang guru yang memiliki empat anak, juga ikut berpendapat, seolah-olah sedang mewakili perasaan para orang tua murid di luar sana.

"Saya paham, Ustad dan Ustadzah sekalian. Tapi Qodarullah, ini semua di luar kendali kita." Sosok yang telah menjadi kepala sekolah selama tiga tahun terakhir, mencoba menenangkan semua para pengajar yang sangat terlihat jelas raut kegelisahan di wajah mereka. "Saat ini kita hanya bisa berdoa, semoga masa pandemi segera berlalu minimal PPKM tidak diperpanjang lagi, supaya anak-anak kita bisa kembali belajar di sekolah."

Semua orang yang hadir segera meng-aamiin-kan doa dan harapan sang kepala sekolah tempat mereka memberikan pengajaran kepada anak-anak tunas bangsa.

***

Gedung bertingkat dua dengan belasan ruang yang selalu digunakan untuk kegiatan belajar mengajar terlihat masih sepi. Hanya satu atau dua anak yang terlihat, dan itu pun anak dari salah satu pengajar di sekolah tersebut yang ikut serta karena proses belajar mengajarnya dilakukan di ponsel sang ibu yang selalu dibawa.

"Baik anak-anak, kita cukupkan belajarnya sampai di sini dulu, ya," ujar seorang wali kelas empat saat akan mengakhiri KBM.

"Ya ... kok cepet banget, Ustadzah?" keluh salah seorang anak yang hadir, karena ia belum mengerti dengan materi yang disampaikan gurunya dikarenakan sinyal yang sedikit menganggu saat kegiatan belajar mengajar tadi.

"Besok kita lanjutkan lagi ya, Nak. Ustadzah harus menelepon teman-teman yang lain." Guru yang biasa dipanggil dengan sebutan ustad dan ustadzah itu mencoba memberi pengertian kepada anak muridnya.

"Tapi, keisya belum ngerti, Ustadzah." Seorang anak yang lain menyampaikan apa yang ia rasakan.

"Nanti japri Ustadzah klo ada yang belum ngerti ya, Nak. Ustadzah coba bantu jelaskan lagi."

Lima orang anak yang hadir kala KBM daring itu hanya diam, seperti tahu harus mengatakan apalagi.

"Baik, Ustadzah pamit dulu, ya, anak-anak. Assalamu'alaykum."

"Wa'alaykumussalam, Ustadzah. Syukron, Ustadzah," ucap beberapa anak-anak menjawab salam kepada guru mereka dan mengucapkan rasa terima kasihnya.

"Afwan, Nak."

Tak lama kegiatan belajar itu pun selesai. Sosok guru yang baru saja menyelesaikan sebagian tugasnya hari ini, kembali mengembuskan napasnya, dan tak lama ada rasa haru serta rindu yang berbaur memaksa masuk ke dalam relung hatinya.

Terharu karena ucapan "Syukron" yang selalu ia terima dari beberapa anak muridnya saat kegiatan belajar mengajar secara virtual akan selesai, dan rindu ingin bertemu kembali dengan mereka semua tanpa ada batas waktu dan ruang.

Sedetik kemudian, setetes air mata telah mengalir tanpa diminta dari pelupuk mata. Kembali sosok yang dipanggil ustadzah oleh anak-anak muridnya, menarik napas dan membuangnya dengan perlahan.

Kembali setitik harapan ia tanamkan dalam benaknya. Menyakini selalu takdir yang terjadi, bahwasanya pasti ada hikmah di balik setiap peristiwa. 


Minangkabau, 23 Agustus 2021

Pesanan Bu Siti

  Aku pernah menikah selama dua tahun. Cerai di tahun ketiga. Prosesnya cepat, kayak mi instan—panas, berasap, dan bikin kenyang emosi. Lima...